Monday, October 17, 2011

Akhir-AT


Pucat.
Wajahku pucat.
Sangat pucat.

Lihat, belati itu sudah berkarat.
Tepat, menghujam secepat kilat.
Melesat, patahkan tulang - tulang belikat.

Kelopak mata terasa semakin berat.
Pandangan mulai menghitam pekat, tercekat.
Sambil merapal kalimat - kalimat keramat.

Detak jantung meningkat cepat.
Angin hampa merapat mendekat.
Malaikat - malaikat seakan terpikat.

Ya, memang tak mungkin lagi aku selamat.
Nyawa pun sudah tak lagi terikat.
Sudahlah, toh Aku sudah tamat.

Semua yang terhambat, mungkin sudah terlambat.
Bahkan tersesat pun aku tak sempat.
Hebat, ketika sebuah awalAN dipaksa berpindah ke akhirAT.

Suatu akhir menandakan sebuah awal dari sesuatu yang samasekali baru bukan?
Selamat berkarya para PujanggARS

Oleh: Muhammad Iskandar Satriyo Utomo

Monokromatik



Buku itu berjudul ‘Monokromatik’. 
Terpapar jelas pada sampul buku tersebut, lengkap dengan tampilan bernuansa hitam dan putih. Jelas hal itu sungguh menarik perhatianku, seolah menggelitik jemariku untuk membuka halaman demi halaman pada buku itu.  Segera kuraih buku misterius tersebut dari atas meja, kemudian mencari tempat yang nyaman untuk mulai membacanya.


‘Monokromatik’. Tanpa nama pengarang. “Buku yang aneh” Pikirku. Aku sudah tidak sabar lagi untuk membaca isi buku itu. Dengan semangat, aku membuka halaman pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.


Buku itu mengisahkan tentang seorang pria yang sedang tersesat di tengah kebingungan. Entah apa yang sedang terjadi padanya, bahkan ia sendiri tidak tahu sedikitpun mengenai situasi yang sedang ia alami. Pria dalam cerita itu sedang berada di sebuah ruangan bernuansa serba hitam putih. Kemudian pria itu mulai mempertanyakan banyak hal. Dimulai dari sebuah pertanyaan sederhana yang menyadarkannya bahwa ada sesuatu yang salah sedang terjadi.


“Siapa aku?”


Pertanyaan itu diikuti oleh sederetan pertanyaan - pertanyaan lainnya yang semakin membuatnya bingung dan takut.


“Dimana aku?”
“Mengapa aku disini?”
“Bagaimana aku bisa sampai disini?”
“Hari apa ini? Tanggal berapa? Jam berapa?!”


Dan terlintaslah sebuah pertanyaan yang paling mengerikan baginya:


“aku ini apa?”


Dia berpikir. Setidaknya ia berusaha untuk berpikir. Berpikir logis. Rasional. Namun apa daya, seolah - olah ia memang baru dilahirkan disana pada saat itu juga. Ia pun panik. Sangat panik.


Ditengah kepanikannya, ia mendengar suara - suara aneh yang memecah keheningan di dalam ruangan. Suara - suara gesekan kertas. Seperti seseorang sedang asik membolak - balik halaman buku. Namun ia tidak berhasil menemukan sumber suara tersebut. Aneh. Dan seketika suara itu berubah sunyi. Hening. Diakhiri oleh suara dentuman.


“Sepertinya ‘orang itu’ sudah menutup bukunya.” Begitu pikirnya.


Sejenak ia melupakan kebingungan dan kepanikannya. Ia melihat sebuah buku yang tergeletak di atas meja. Entah mengapa buku itu terlihat amat sangat menarik baginya.


Buku itu berjudul ‘Monokromatik’. 
Terpapar jelas pada sampul buku tersebut, lengkap dengan tampilan bernuansa hitam dan putih. Jelas hal itu sungguh menarik perhatiannya, seolah menggelitik jemarinya untuk membuka halaman demi halaman pada buku itu.  Segera ia raih buku misterius tersebut dari atas meja, kemudian mencari tempat yang nyaman untuk mulai membacanya.


‘Monokromatik’. Tanpa nama pengarang. “Buku yang aneh” Pikirnya. Dia sudah tidak sabar lagi untuk membaca isi buku itu. Dengan semangat, dia membuka halaman pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.


“Hei! Ada apa ini?!” 


Aku segera tersadar bahwa ada yang aneh dengan cerita dalam buku itu. Bagaimana mungkin buku itu bisa menceritakan hal yang persis sekarang sedang kulakukan? Namun kemudian, aku berusaha mengingat apa yang sebenarnya sedang kulakukan disini. Hmm..


Tunggu dulu,


Dimana aku?
Mengapa aku ada disini??
Siapa aku??
Apa yang sebenarnya sedang terjadi?!?


Aku menangis. Entah apa alasannya, aku hanya menangis begitu saja. Terlintas di benakku bahwa aku hanyalah sekedar tokoh dalam sebuah cerita. Dan saat ini ada seseorang yang sedang membaca kisahku.


Aku ini apa??



Muhammad Iskandar Satriyo Utomo