Sunday, July 22, 2012

Mata Kecil

Aku lihat kamu.


Cahaya matahari pagi menerobos masuk ke dalam kamar melalui sela – sela jendela yang menganga lebar. Seperti biasa, ibu selalu menyibak gorden jendela kamarku setiap pagi. Katanya, sinar matahari pagi sangat baik untuk kesehatanku. Aku tidak tahu baik yang bagaimana atau seperti apa, tetapi aku memang merasakan sensasi hangat yang merayap di sekujur tubuh. Entah mengapa perasaan itu terasa amat nyaman, rasa sejuk yang sangat sulit aku gambarkan. Mungkin seperti didekap erat – erat oleh ibu.

Aku berusaha membuka mataku yang masih terasa berat dan layu. Sulit sekali rasanya hanya untuk sekedar mengangkat dua lembar kelopak mata dan menatap langit – langit kamar. Ditambah lagi dengan silaunya cahaya matahari pagi yang seolah menahan - nahan otot di sekitar kelopak mataku, memaksaku untuk tetap terpejam dan kembali terlelap. Oh, ini sungguh menjengkelkan, aku merasa sangat lemah karena tidak memiliki tenaga samasekali untuk bisa melawannya. Aku takut. Kemudian terbesit satu pertanyaan yang membuatku bergidik.

Apa aku ini seorang pemalas?

Ibu bilang, orang yang kerjanya hanya tidur sepanjang hari adalah orang yang malas, dan itu bukanlah hal yang baik. Itu hal yang buruk. Aku tidak mau menjadi orang yang buruk, samasekali tidak mau! Aku takut menjadi orang jahat, karena orang jahat itu kejam. Mereka selalu membawa pisau dapur kemana – mana dan merampas uang orang – orang yang tidak berdosa. Itu kata ayahku. Sungguh mengerikan.

Aku harus bangun! Harus!

Sekali lagi kucoba untuk mengangkat kedua kelopak mataku yang sejak tadi masih terpejam, terkunci dengan sempurna. Kemudian sedikit demi sedikit aku berhasil membuka setengahnya, namun yang dapat kulihat hanyalah cahaya putih keemasan yang terpancar dari arah jendela di sudut kamar tidurku. Kelopak mata ini seakan memiliki keinginannya sendiri! Ia belum kalah. Ia tidak mau kalah. Sepertinya ia terus berusaha untuk kembali mengunci kedua mataku agar aku kembali terbenam ke dalam dunia di balik kelopak mata yang penuh dengan kegelapan. Hitam pekat! Hanya warna itu yang dapat aku lihat disana, dan aku tidak suka.

Huh! Aku harus menang..!

Aku terus berusaha sekuat tenaga untuk membuatnya terbuka lebar, namun di saat yang sama setiap kali kucoba membelalakkan kedua kelopak mataku, ia selalu berusaha menutupnya kembali dengan kekuatan yang luar biasa. Seakan kekalahan bukan pilihan baginya. Benar – benar keras kepala! Emosiku sudah semakin memucak sampai ke ubun – ubun. Aku mulai frustrasi.

Aaaaarrrrrgggh!!

Aku amat sangat kesal dengan tingkah kelopak - kelopak mataku ini. Bagaimana mungkin dia tega menarikku kembali ke dunia di balik kelopak mata yang menyedihkan itu?! Suram. Padahal mereka juga bagian dari aku. Aku sudah tidak tahan lagi, aku harus bangun! Ibu pasti sudah menungguku di ruang makan untuk segera menyantap sarapan pagi. Sudah tidak ada waktu lagi. Pilihanku sudah habis.

Aku memutuskan untuk berkelahi dengannya.

Pergumulan itu terjadi cukup lama. Entah berapa menit waktu yang terbuang sia – sia hingga sampai pada titik dimana aku dapat melihat perabotan – perabotan yang ada di dalam kamarku, walau masih agak sedikit remang dan buram. Aku dapat merasakannya, aku menyadari bahwa kelopak mataku ini sudah mulai menunjukkan tanda – tanda kekalahannya. Akupun mengerahkan seluruh sisa tenagaku yang terakhir untuk membuka kedua kelopak mataku lebar – lebar serta menguncinya agar tidak kembali terpejam. Dan terlihatlah kamarku yang terisi penuh sesak dengan berbagai macam perabotan yang diletakkan oleh ayah dan ibu entah sejak kapan. Benda – benda ini memang sudah berada disini sejak aku mulai bisa mengingat.

Dan akhrinya, aku terbangun.

Aku duduk di tengah tempat tidur dan terdiam sejenak, seperti orang yang sedang kebingungan. Memang seperti ini rasanya bangun di pagi hari, pikiranku kosong tanpa arah, namun aku cukup menikmatinya. Momen terdiam sesaat ini memang tidak berlangsung lama. Perhatianku segera terpusat dan terpaku pada beberapa benda acak di sekeliling kamar yang mulai mengalir mengisi pikiranku yang kosong.

Aku berusaha mengumpulkan kembali sisa – sisa tenagaku yang sudah menipis akibat perkelahianku dengan kelopak – kelopak mata tadi. Energiku sudah terkuras habis hanya untuk terbebas dari cengkraman kegelapan di atas tempat tidurku sendiri. Perhatianku segera terpusat pada suara berdetak yang memecahkan keheningan. Suara itu berasal dari arah dinding yang terletak tepat di sampingku. Bunyi – bunyian itu sungguh mengganggu. Mengesalkan sekali. Suara apa itu?!

Aku  mentutup telinga dengan kedua telapak tanganku.

Tik. Tok. Tik. Tok. Tik. Tok. Tik. Tok. Tik. Tok. Tik. Tok..

Kulihat benda berbentuk lingkaran yang tergantung di dinding dekat langit – langit kamar. Ibu sering menyebutnya jam dinding. Benda itu menunjukkan angka delapan tiga puluh, cukup siang bagiku.

Jam dinding itu terus berdetak. Selalu berdetak. Terus menerus. Yah, jika baterainya habis, ayah akan segera menggantinya dengan yang baru dan jarum – jarum itu kembali bergerak. Berputar. Sepertinya mereka hidup. Kekal. Abadi. Mungkin tidak akan pernah berhenti.

Aku tidak kuasa untuk tidak  mendengar suaranya.

Entah bagaimana, lambat laun suara itu berangsur – angsur berubah merdu. Detik – detik itu seolah berirama. Saling bersahutan satu sama lain membentuk rangkaian nada yang terasa nyaman di telingaku. Suaranya terdengar semakin indah. Untuk sejenak, aku cukup menikmatinya.

Namun, aku merasakan hal lain dibalik irama – irama merdunya. Ketiga jarum itu selalu bergerak. Terus bergerak dan tidak pernah mau berhenti sebelum baterai mereka habis. Kupikir mereka tidak pernah merasakan lelah. Bahkan mungkin mereka tidak mengenal apa itu lelah. Terutama yang berwarna merah. Dia yang berlari paling cepat. Aku rasa jarum merah itu yang membuatnya terdengar sedikit menakutkan. Seolah  mengajakku untuk bermain kejar – kejaran.

Oh, bukan, dia memaksaku untuk berlari! Berlari secepat – cepatnya!

Ini memang Sabtu pagi. Namun ketiga jarum bersaudara itu mengingatkanku bahwa seharusnya aku sudah tidak berada disini lagi sekarang. Aku masih belum mendengar suara merdu ibu yang biasanya selalu membangunkanku di setiap pagi menjelang. Suaranya terlampau lembut dan indah. Terlalu merdu hingga aku benar – benar takjub dan tak dapat kembali memejamkan mata.

Aku baru menyadari bahwa ternyata selama ini ibuku lah yang selalu setia membantuku melawan kegelapan di atas tempat tidur, dan dengan sentuhan tangannya, ia selalu menarik tubuhku menuju cahaya mentari pagi yang hangat dan cerah sambil diiringi dengan senyuman yang sangat manis yang senantiasa menghiasi wajahnya.

Aku keluar dari dalam kamar dan berjalan perlahan menuju ruang makan. Kedua kakiku masih terasa lemas. Bahkan hampir terlalu lemah untuk sekedar menopang berat badanku sendiri. Aku harus menuruni tangga karena kamarku berada di lantai dua. Dengan sangat hati – hati aku menginjak anak tangga satu demi satu sambil tetap menjaga keseimbangan agar tidak tergelincir. Aku baru menuruni beberapa anak tangga ketika aku mendengar suara - suara gaduh dari arah ruang keluarga. 

Kegaduhan itu membuatku penasaran.

Rasa penasaranku memuncak ketika aku melihat dua orang mengenakan pakaian rapi lengkap dengan jas dan dasi sedang menggeledah perabotan di ruang keluarga. Aku tidak tahu siapa dan apa yang sedang mereka lakukan, dan aku harus mendapatkan jawabannya.

Kedua orang itu terlihat sedang mencari sesuatu yang sepertinya amat sangat penting. Aku tidak melihat ayah dan ibu dimanapun. Aku berjalan beberapa langkah menuruni anak – anak tangga ke arah orang – orang aneh itu. Mereka berdua samasekali tidak menghiraukan keberadaanku disana dan terus melanjutkan pencarian mereka.

Aku sudah sampai di dasar anak tangga, bingung, tidak tahu harus berbuat apa. Aku hanya bisa diam, berdiri di tempat dan menyaksikan tingkah aneh kedua orang misterius tersebut. Kakiku seakan terpaku di lantai parket yang dingin tempatku berdiri, tidak bergerak sedikitpun. Aku dapat merasakan tubuhku bergetar hebat. Ingin rasanya aku berteriak memanggil ayah dan ibu.

Namun, entah mengapa aku tidak bisa melakukannya..

“Nah! Ini dia! Sudah kutemukan!!” Teriak seorang wanita berpakaian rapi itu kepada teman prianya. Ia menggenggam secarik kertas. Sepertinya kertas itu berisi tulisan – tulisan penting yang tak ternilai harganya. Aku dapat melihat dari raut wajah mereka yang teramat sangat girang saat berhasil menemukan secarik kertas aneh tersebut.

“Baiklah kalau begitu, ayo kita berangkat. Aku hampir terlambat.” Sahut teman prianya tergesa – gesa.

Mereka berdua bergegas berlari keluar dari rumahku. Di halaman rumah, sudah bertengger sebuah mobil mewah berwarna hitam yang diparkir di sebelah taman bunga milik ayahku. Ya, ayah memang senang memelihara bunga. Dengan terburu – buru, mereka segera masuk ke dalam mobil, dan melesat pergi begitu saja.

Aku merasakannya, ada sesuatu yang janggal disini.

Apakah rumahku baru saja dirampok oleh pencuri? Kata ayah, pencuri itu suka mengambil barang – barang milik orang lain, dan itu tidak baik. Aku rasa mereka berdua adalah sekelompok penjahat yang ingin mengambil sesuatu milik ayah dan ibu untuk kepentingan mereka sendiri. Dan yang lebih parah lagi, ayah dan ibu tidak mengetahuinya samasekali! Apa yang harus aku lakukan sekarang?!

Kemudian aku menemukan diriku sedang menangis. Aku bingung dan takut. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku hanya terduduk lemas di atas salah satu anak tangga sambil menangis.

Aku memang cengeng, pikirku.

Namun aku menangis tidak lama. Dalam sekejap ibu segera datang menghampiri dan mendekapku erat – erat, sambil berusaha menenangkan dan meredam tangisanku. Seketika itu tangisanku terhenti. Aku tahu semuanya akan baik – baik saja ketika aku sedang berada di dalam pelukan ibu yang terasa hangat dan nyaman. Aku merasa sudah tidak ada lagi hal yang perlu aku cemaskan, paling tidak untuk saat ini.

Ibu segera membawaku ke meja makan untuk segera menyantap hidangan masakan yang telah ibu siapkan. Aku duduk di atas kursi, sementara ibu mempersiapkan makanan untukku. Aku senang sekali dengan masakan – masakan buatan ibu. Rasanya sangat enak! Aku selalu ingin menyantapnya lagi dan lagi. Hanya dari aromanya saja sudah cukup untuk membuat liurku menetes. Ibuku memang pemasak yang hebat! Aku sayang ibu.

Sebelum makan bersamaku, ibu menyempatkan dirinya untuk menutup pinturuang tamu terlebih dahulu. Pintu itu masih terbuka lebar sejak kedua orang penjahat misterius tadi melarikan diri.

Dari meja makan, aku bisa melihat melalui jendela, ayah yang sedang sibuk menyirami tanaman kesayangannya di pekarangan rumah. Wangi bunga – bunga di pekarangan tercium sampai ke ruang makan, bercampur dengan aroma masakan ibu. Sungguh hebat, bunga – bunga itu mampu menghasilkan bau yang begitu indah, entah bagaimana caranya. Mungkin ayah selalu menyemprotkan parfum milik ibu di pekarangan. Tanaman – tanaman itu sudah ia pelihara sejak dulu. Ayah selalu memperlakukan tanaman – tanaman itu seperti anaknya sendiri, bahkan tidak jarang ia mengajak mereka berbicara dan bersenandung.

Sungguh lucu ayahku ini. Apakah tanaman – tanaman itu bisa mengerti perkataan ayah? Sejauh yang aku perhatikan, mereka tidak pernah sekalipun membalas celotehan – celotehan ayah. Namun tetap saja ayah tidak bosan – bosannya mengajak mereka berdialog dan bersenda gurau.

Mungkin ayah senang melihat bunga – bunga indah bermekaran di kebunnya. Mulai dari warna merah, biru, kuning, jingga, bahkan ada juga yang berwarna pucat kehitaman. Memang warna – warna itu terlihat sungguh cantik dan mempesona siapapun yang melihatnya, namun aku berpikir mungkin ayah sudah jatuh cinta pada mereka. Ayah sangat menyayangi bunga – bunga yang merekah dari tiap - tiap kuncupnya. Setiap kali ayah menyadari ada satu bunga yang mekar, ia pasti menyanyikan senandung – senandung aneh dengan ekspresi wajah matahari terbit yang berkilau oleh keringat. Dan setiap kali ada bunga yang menghitam dan layu, ayah pun tidak pernah lupa untuk menguburnya di dalam tanah. Aku sangat sayang pada ayah, seperti ayah juga menyayangi bunga – bunga harum itu.

Aku sudah selesai menghabiskan makananku. Aku masih terbayang oleh kejadian tadi pagi yang membuatku merasakan perasaan aneh yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Rasa bingung bercampur dengan rasa takut yang luar biasa. Pikiranku masih dipenuhi dengan pertanyaan – pertanyaan yang menunggu untuk dijawab.

Siapa mereka, dan apa yang mereka inginkan..?

Namun aku sudah cukup merasa aman selama ayah dan ibu berada di dekatku. Aku berusaha melupakan kejadian itu dan duduk di ruang keluarga.

Ibu sedang mencuci piring di dapur. Ayah masih sibuk dengan tanaman - tanamannya. Aku duduk termenung sendiri di atas sofa yang sangat empuk sambil memperhatikan acara di televisi. Acara itu menampilkan gambar seorang pemuda berdasi dan berpakaian rapi serta membawa koper hitam sedang berjalan di tengah hiruk pikuk pusat kota. Kota itu dipenuhi dengan menara – menara kaca menyilaukan yang menjulang tinggi sekali, seolah saling berlomba – lomba untuk dapat mencakar – cakar awan di langit biru. Menara – menara kaca itu saling memantulkan cahaya matahari kepada menara – menara lainnya yang juga melakukan hal serupa. Hanya melihatnya saja aku sudah merasa panas dan gerah, bagaimana dengan pemuda di dalam televisi itu?

Ia berbelok di perempatan jalan sebanyak beberapa kali sebelum akhirnya memasuki salah satu menara berbentuk kotak persegi panjang yang menjulang sangat tinggi menuju angkasa. Pemuda berkoper itu kemudian memasuki ruangan sempit yang memiliki pintu otomatis. Di dalamnya, samasekali tidak terdapat apapun kecuali barisan tombol – tombol menyala berwarna merah yang terletak tepat di sebelah pintu tersebut. Ia menekan salah satu tombol bertuliskan angka “72”, kemudian berdiri terdiam menghadap ke arah pintu otomatis.

Apa yang sedang ia lakukan? Ia terlihat seperti sedang menunggu sesuatu terjadi?

Sesaat kemudian pintu otomatis itu terbuka. Dan yang terlihat melalui jendela – jendela kaca menara bukan lagi mobil – mobil berseliweran di jalanan, bukan lagi pejalan – pejalan kaki yang berjalan di atas trotoar, melainkan kawanan awan dan seberkas garis horizon. Hanya itu!

Apa itu?! ...Surga?!?

Ini bukanlah hal yang biasa aku lihat. Ini terlalu aneh bagiku. Bagaimana mungkin sebuah ruangan sempit seperti itu dapat mengirim manusia pergi ke surga! Ayah dan ibu tidak pernah menceritakan hal – hal seperti itu padaku sebelumnya. Ini aneh! Walaupun menakjubkan, tetap saja aneh!

Namun, hal yang jauh lebih tidak masuk akal perlahan mulai terlihat, seiring dengan pemuda itu berjalan keluar dari ruangan sempit tadi. Aku mengikutinya dari belakang sambil menoleh – noleh ke kiri dan ke kanan. Sejauh mata memandang yang dapat kulihat hanyalah sekat – sekat berisi orang – orang berwajah murung yang duduk di kursi sedang memusatkan perhatian mereka ke layar televisi yang terletak tepat di depan wajah. Jaraknya mungkin hanya beberapa sentimeter dari batang hidung mereka.

Raut wajah mereka benar – benar datar, tanpa perubahan mimik muka yang berarti. Baik  pria maupun wanita, semuanya duduk diam dengan mata terpaku pada layar televisi. Jari - jari mereka terlihat sangat sibuk menekan deretan tombol – tombol persegi yang timbul dari atas meja, kira – kira terletak di depan dada mereka. Tombol – tombol itu mengeluarkan suara berdetik yang keras dan cepat, serta saling bersahut – sahutan satu sama lain. Sungguh tidak nyaman didengar oleh telinga. Tetapi, apa boleh buat, aku harus tetap terus berjalan mengikuti kemanapun pemuda itu pergi.

Pemuda itu akhirnya berhenti di salah satu ruang antar sekat yang masih kosong dan segera duduk di kursi yang serupa dengan kursi orang – orang tadi. Ia samasekali tidak terlihat bingung dengan tingkah laku manusia – manusia di sekitarnya. Sepertinya ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan di tempat itu. Ia segera membuka kopernya, mengambil beberapa lembar kertas, meletakkannya di atas meja, dan menekan tombol biru aneh yang berada di bawah meja.

Sesaat kemudian, aku menyadari bahwa kelakuan aneh mereka adalah perbuatan si tombol biru tersebut! Aku melihat pemuda itu ikut tertular penyakit aneh yang menginfeksi orang – orang disekitarnya setelah menekan tombol biru. Layar televisi di depan wajahnya menyala seketika dan jemarinya mulai menekan – nekan deretan tombol yang timbul di atas meja sambil sesekali melirik ke arah kertas yang telah ia letakkan sebelumnya.

Mengerikan sekali.. Aku tidak paham dengan tingkah laku mereka. Ini pasti neraka!

“Hei, sampai kapan kamu mau melamun terus di depan televisi, sayang?” Terdengar suara ibu yang sangat merdu dari arah dapur. Suaranya memecahkan keheningan.

Aku tersentak kaget dan mendapati seluruh tubuhku penuh dengan keringat yang bercucuran. Aku juga baru menyadari bahwa hanya suara klik klak klik tombol – tombol saja yang kudengar sejak tadi. Televisi ini benar – benar berhasil menarik pikiranku sampai aku lupa bahwa aku sedang berada di dalam rumah. Hampir saja televisi ini menghapus ingatanku tentang kejadian tadi pagi. Hampir. Sayang, masih belum berhasil. Mungkin karena ibu yang terlalu cepat menarikku keluar dari dalam televisi.

Hari beranjak semakin siang. Mentari pagi sudah lama pergi. Cuaca di luar sudah berubah menjadi amat panas dan menyilaukan mata. Ketiga jarum pada jam yang tergantung di dinding ruang keluarga, seluruhnya mengarah ke angka 12. Aku telah selesai menghabiskan makan siangku bersama ayah dan ibu. Setelah itu aku harus segera tidur siang seperti biasanya. Ini memang rutinitas yang menjemukan, namun aku tidak tahu lagi hal – hal apa saja yang lebih menyenangkan daripada rutinitas ini. Lagipula aku tidak punya kuasa untuk bisa terbebas darinya.

Aku berbaring di atas kasur, dan sudah tidak peduli lagi dengan semua keanehan – keanehan yang terjadi sejak tadi pagi. Aku benar – benar mengantuk. Oh iya, aku lupa bahwa kasurku ini dikelilingi oleh pagar! Pasti hal ini yang membuatku merasa tidak dapat terbebas dari segala macam rutinitasku yang menjemukan. Namun tetap saja aku tidak kuasa untuk menyingkirkannya. Dan akupun segera tertidur pulas di atas kasur.

Aku mulai bermimpi. Sudah dapat kutebak, lagi - lagi mimpi yang aneh.

Aku berada di ruang keluarga bersama ibu. Ibu sedang mnyaksikan acara di televisi. Dan ayah, kurasa ia sedang mencuci mobilnya di garasi. Aku dapat mendengar suara gemericik air yang menyembur dari dalam selang, lengkap dengan senandung – senandung khas ayah.

Terdengar suara klakson mobil dari arah depan rumahku. Ayah segera berlari untuk membukakan pintu gerbang. Sepertinya ayah mempersilahkan mobil itu parkir di dalam garasinya. Ibu pun bergegas berjalan ke arah ruang tamu untuk menyambut kedatangan Sang Tamu. Ia memutar kunci pintu utama dan membukakannya agar tamu itu dapat masuk ke dalam ruang tamu.

Nah, disini mimpiku mulai berubah menjadi aneh. Sangat aneh.

Tamu – tamu itu ternyata adalah dua orang misterius berpakaian rapi yang pagi tadi mencuri kertas dari dalam rumahku! Aku masih dapat mengingat persis wajah pria dan wanita itu.

Tubuhku gemetar dan aku merasa sangat takut. Hal yang lebih aneh lagi,ayah dan ibu justru menyambutnya dengan ramah. Bahkan mereka sampai membungkukkan badan. Ayah pernah bilang, hal itu berguna untuk mengekspresikan tanda hormat dan sopan santun. Ayahpun mau bersusah payah membawakan barang – barang bawaan mereka masuk ke dalam rumah. Tapi mengapa mereka berlaku seperti ini kepada kedua orang yang tak dikenal itu?!

Apa – apaan mereka ini?!

Perasaan bingung yang bersenyawa dengan rasa takut kembali merembes dan mengalir ke dalam tubuhku, mulai dari tengkuk, hingga ujung - ujung jemari dikedua kakiku. Kali ini terasa berkali – kali lipat jauh lebih intens! Tubuhku gemetar tidak karuan. Entah bagaimana caranya aku dapat berada di dalam situasi seperti ini, namun aku berusaha untuk tidak peduli. Toh aku hanya bermimpi. Sekarang aku tahu, mungkin inilah rasa yang ibu sebut dengan ‘panik’.

Namun kepanikan ini jauh melebihi kapasitas yang dapat aku terima. Aku seketika meledak dalam tangisan yang sangat hebat.

Ayah, ibu dan kedua orang asing itu menatapku yang sedang menangis meraung - raung di atas sofa. Seluruh perhatian mereka terpusat padaku dalam sekejap. Aku terus menangis dan menangis. Aku melihat kedua orang asing itu menghampiriku. Tangisanku semakin menjadi - jadi seiring dengan berkurangnya jarak antara mereka dengan tempat dimana aku berada. Aku tidak tahu harus berbuat apalagi.

Anehnya, kali ini ayah dan ibu tidak cukup untuk membuatku merasa aman dan nyaman. Mereka justru membiarkan kedua orang misterius itu mendekatiku.

Kedua orang asing itu menjulurkan tangan – tangan mereka, berusaha meraihku.
Apa yang harus kulakukan?!!?

Kemudian aku mendengar mereka bersuara, mengatakan kalimat - kalimat yang membuatku ingin segera pingsan di tempat.

“Halo sayaaang! Kamu sudah bangun rupanya.. Jangan menangis lagi ya, mama dan papa sudah mempersiapkan pesta untuk merayakan hari ulang tahunmu yang ke-tiga besok..!” Kata salah seorang dari mereka, seraya tersenyum sambil menyibakkan rambut panjangnya yang ikal.

“Papa juga punya hadiah yang sangat spesial untukmu sayang.” Sahut yang pria. “Sekarang kamu harus berhenti menangis ya..” Tambahnya sambil mencium keningku.

“Apakah dia sudah dapat mengerti apa yang kita bicarakan pa?”

“Sedikit banyak, lama kelamaan pasti ia akan fasih berbicara, sayang. Dan juga, kita punya seorang pengasuh yang akan selalu mengajarinya selama kita berada di kantor.” Jawab pasangannya, sambil melepas jas hitamnya yang terlihat mahal.

“Ya, kurasa ia sangat menyayangi pengasuhnya, dan juga tukang kebun kita ya pa?”

.......

Di dinding, aku melihat jarum jam yang terpendek sedang menunjuk angkasepuluh. Sepertinya aku memang sudah terbangun dari tidurku sejak tadi.


Muhammad Iskandar Satriyo Utomo.
delapan belas - april - dua ribu dua belas.

Friday, July 20, 2012

Balada Ci.


ciputat cinere cireundeu cicadas cibodas cimahi cilangkap cilacap cisitu cihampelas cilandak cibubur cisaat ciseeng cibinong cibitung ciwidey cicendo ciater cipanas cibeunying cigadung ciwaruga ciganea ciracas cicurug cibadak cikapundung cikapayang ciliwung cikampek cikajang cikeusik cililitan cicaheum cisadane ciroyom cisalak ciminde cileungsi cileunyi cikini cipinang cinangka cicagar cibulan cimanggis cibaduyut cijantung ciumbuleuit.

Monday, July 2, 2012


“Saat aku menyadari bahwa aku adalah aku, seketika aku tersadar bahwa mereka adalah mereka dan bukanlah mereka menurut aku.”
.....

Thursday, June 28, 2012

Child Prodigy: The Artisan


There's science in every art. And there's art in every science. That's why the "art and science" often placed together into one single museum. A golden section. 

10 Juni 05:27, 
Lukisan pertamaku di bulan ini akhirnya selesai juga. Dan sejauh ini, lukisan inilah yang paling aku suka. Bercerita tentang seorang wanita Italia yang sedang berkelana mencari kebebasan ditemani oleh seekor kuda poni kesayangannya. Menurutku ini romantis. Indah. Seolah lukisan ini bercerita dengan sendirinya. Aku beri judul "The Blue Lady"

12 Juni 20:15, 
Lagi - lagi ayahku menemukan lukisanku. Kali ini ayah benar - benar marah besar! Ayah tidak suka aku menggeluti dunia seni, menurutnya aku masih belum mengerti apa itu seni, dan seniman tidak mempunyai masa depan. Aku rasa ayah yang belum bisa memahami apa arti seni bagiku. Hari ini, "The Blue Lady" tersobek menjadi 6 bagian. Aku menangis. 

18 Juni 12:05, 
Aku memulai hari pertama home schooling. Ayah sangat menginginkanku melanjutkan kejeniusannya dalam bidang science yang telah membuahkan banyak penghargaan dan pengakuan di Italia. Aku bangga dengannya, namun aku rasa itu bukan jalanku. Aku samasekali tidak tertarik dengan rumus dan angka - angka. 

28 September 24:00, 
Ayah kembali memergoki saat aku sedang melukis di loteng. Ia marah besar seperti biasa, namun kali ini aku tidak diam saja. Aku berusaha memberikan pengertian mengenai minat dan masa depanku kelak. Dan seperti dugaanku, aku dihukum tidak boleh keluar dari loteng sampai waktu yang tidak ditentukan. 

Aku Beetlegeuse Picasso, dan -maaf ayah- aku harus mengejar mimpiku.

Child Prodigy: The Executor


When joy and sorrow merge together, they'll tell us what a messed up paradigm really is. 

Aku terus berlari sekencang - kencangnya, menyusuri jalan - jalan sempit di kota Paris. Melewati kedai - kedai makanan yang mulai bermunculan kala petang menjelang. Dua orang bersenjata tersebut masih belum menyerah. Mereka terus membuntutiku dari belakang sambil sesekali mengarahkan pistolnya kepadaku. Aku takut. Amat sangat takut. Namun yang ada di pikiranku sekarang hanyalah menyelamatkan diri dari dua orang mafia berjubah tersebut. 

Aku bersembunyi di balik gerobak buah tak jauh dari pasar. Aku masih bisa melihat kedua mafia tersebut berlari mendekat dari celah di antara gerobak. Namun kali ini sepertinya mereka telah kehilangan jejakku. Mereka terus berlari menjauh, dan semakin jauh. Akhirnya aku bisa menghela nafas sejenak. Aku masih belum berani keluar dari tempat persembunyianku saat ini. Aku sudah tersesat terlalu jauh dari rumah. Dan seketika itu aku menangis. 

Ini terlalu mengerikan untuk anak seusiaku. Aku mengingat kejadian dirumah tadi siang. Dua orang sahabat ayah dan ibu datang berkunjung. Mereka bersenda gurau bersama di ruang tamu. Namun dalam sekejap suasana berubah menjadi ricuh, dan semua terjadi begitu cepat. Aku yakin, ayah dan ibu sudah berada di surga sekarang. Dan orang yang merenggut nyawa mereka kini mengincar nyawaku juga, mungkin karena akulah satu - satunya saksi hidup yang melihat semua kekejaman yang telah mereka lakukan. 

Aku tidak mengerti mengapa manusia bisa begitu kejam? Aku samasekali tidak paham dengan permasalahan orang - orang dewasa yang terlampau pelik. Kupikir ini terlalu berat bagiku. 

Aku Mioya Abigail, dan aku akan membalas semuanya.

Child Prodigy: The Mechanic


Bow and arrow, in the proper hands, they'll sure become more lethal than an atomic bomb. 

Strike! 


Ini target bergerak ke delapan yang berhasil kutembak berturut - turut. Hanya butuh sebelas piringan target lagi untuk dapat memecahkan rekorku yang kemarin. Ini hobiku, dan memang kurang lazim untuk anak seusiaku. Teman - temanku bahkan belum diperbolehkan untuk memegang senjata api sungguhan. Namun segala keinginanku selalu dikabulkan oleh kedua orang tuaku. Ayahku adalah salah satu orang terkaya di seluruh daratan Rusia. 


Aku punya lapangan tembak pribadi! Haha! 

Ya, memang aku akui mungkin aku agak sedikit berlebihan. Oke, mungkin sangat berlebihan. Semua permintaanku selalu dikabulkan secepat kilat tanpa terkecuali. Aku sangat menikmati hal ini, namun tidak ada yang lebih mengasyikan daripada latihan menembak. Aku juga senang membongkar senjata - senjata api koleksi ayah. Entah mengapa, aku senang dengan barang - barang mekanik semacam itu. Menurutku benda - benda itu memiliki cara kerja yang ajaib. Sungguh membuatku gila! 

2 Desember 19:58, 
Aku latihan menembak di halaman depan. Aku sengaja melakukannya di malam hari untuk menguji night vision google modifikasiku sendiri. Aku menggunakan google itu untuk mencari target yang sudah disembunyikan di taman oleh para pelayan rumahku. Asik sekali rasanya mencari target - target itu di sekitar pekarangan. Kemudian aku melihatnya. Bergerak. 


Kena kau! Teriakku girang. Dua target sekali tembak! 

Aku berniat melemparkan googleku ke udara untuk merayakan kemenangan, namun aku tertegun ketika melihat pemandangan mengerikan yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. 

Kedua target itu adalah ayah dan ibu..

Panggil aku Alan. Alan kalashnikov. Aku akan membayar perbuatanku, dan akan kubuktikan bahwa senjata adalah alat menuju perdamaian.

Child Prodigy: The Scientist


Human can define their own world with their own understanding of nature and it's clockwork behind the scene.. 


Denpasar, 1 November 09:31. 
Sudah hampir 2 jam aku duduk di meja belajar dan masih berkutat dengan soal - soal fisika yang kudapat dari penjual buku bekas didekat rumahku kemarin. Aku masih penasaran untuk menyelesaikan semua permasalahan yang tertulis mulai dari mekanika fluida sampai hukum gaya Newton yang menurutku sangat menarik untuk ditelaah.


Aku memang memiliki rasa ingin tahu yang cukup besar. Entah mengapa ketertarikanku jatuh kepada penelitian di bidang science. Menurutku banyak sekali hal di alam semesta yang belum diketahui oleh manusia walaupun sudah beribu - ribu kali kita alami tanpa sadar. Bahkan kita belum memahami sepenuhnya tentang manusia itu sendiri.


Hidrogen dan oksigen adalah bahan bakar alami yang tersedia di alam lepas, namun ketika keduanya bersatu, mereka membentuk sebuah senyawa yang justru sangat ampuh untuk memadamkan kobaran api. Dua buah atom hidrogen yang bersenyawa dengan sebuah atom oksigen. H2O, atau kita biasa menyebutnya "air". Dan 80% tubuh kita terdiri dari air. 


Menarik bukan? Cukup menarik bagiku.


Pagi ini ayah dan ibu kembali bertengkar seperti biasa. Ah, sudah bosan rasanya mendengar mereka berdua saling mencemooh satu sama lain. Karena itu aku lebih merasa nyaman berada di dalam kamar dan mengarungi dunia lewat buku - buku yang aku dapat dari berbagai macam tempat. Aku tidak peduli dengan urusan orang dewasa yang terlihat membosankan dan terkadang terasa menyedihkan. Buku - buku ini tidak pernah membuatku bosan, apalagi sedih. Disinilah duniaku. Tak peduli dengan omong kosong yang keluar dari mulut orang - orang dewasa. Aku benar - benar merasa hidup, bahkan serasa menggenggam seluruh dunia di dalam telapak tanganku.


Aku tidak tahu aku akan jadi orang dewasa seperti apa nanti.


Namaku Tesla. Timo Tesla. Aku sudah tidak tahan lagi berada di rumah ini.

Wednesday, June 27, 2012

Adalah suatu. Hanyalah sebuah. Tetaplah satu.


Waktu adalah suatu konsep waktu.  

Adalah suatu konsep waktu adalah.

Suatu konsep waktu adalah suatu.

Konsep waktu adalah suatu konsep.

Waktu adalah suatu konsep waktu.


****

Adalah suatu konsep waktu.

Adalah suatu konsep.



Waktu.



*****

Dapatkah kau merasakan jarum itu berhenti bergerak ketika kau melihat titik di akhir? (.)

Tuesday, June 26, 2012

Kemana Joni



Joni tak tau arah.
Berkelana keliling ranah.
Kedua kakinya memijak tanah.
Bola matanya perlahan memerah.
Namun bukan karena marah.
Bukan juga perkara Sarah.
Apalagi tentang Azizah.
Memang dasar akal yang tak terasah.


Hati Joni mulai jengah.
Jiwanya terlampau gerah.
Emosi meluap hampir tumpah.
Memang bukan hal yang mudah.
Bagi joni semua terserah.
Namun Joni tetap tidak menyerah.
Samasekali tidak pernah.


Di kala sepasang harus terpisah.
Ketika akar perlu ditelaah.
Sedikit demi sedikit maka terlihatlah.
Tumpukan yang lambat laun terus bertambah.
Menjulang tinggi bagai leher jerapah.
Menjulur panjang bagai belalai gajah.
Layaknya kali dengan gunungan sampah.
Benarlah hanya sekedar sumpah serapah.


Joni pakai baju berkerah.
Melangkah mantap menuju kawah.
Sambil menggenggam busur dan panah.
Semua orang jadi terperangah.
Tak pernah Joni begitu gairah.
Bagai luka yang menjadi nanah.
Hanya Joni yang tahu masalah.


Joni tersapu air bah.
Berenang seperti anak bocah.
Terapung bagai sayur dalam kuah.
Lebih keruh dari minyak jelantah.
Lebih lengket dari tetesan getah.
Perjalanannya untuk memenuhi titah.
Joni tidak sanggup membantah.
Maka sampailah Joni di antah berantah.


Joni pakai baju zirah.
Di punggungnya tersemat jubah.
Perangainya terlihat sangat gagah.
Percaya dirinya pun melimpah ruah.
Tidak takut dengan peluru timah.
Menenteng pedang berbilah - bilah.
Karang pun dapat Joni belah.
Layaknya memotong buah.
Baginya bukanlah hal yang susah.


Joni tak henti menjelajah.
Melewati bermacam wilayah.
Sesekali singgah membangun kemah.
Banyak tempat yang belum terjamah.
Terkadang Joni merasa tak betah.
Namun Joni bukan penjajah.
Joni tak berkelana mencari rempah.
Melainkan pemuda yang ramah tamah.
Senyum lebar terpasang di wajah.
Layaknya bunga mekar merekah.


Joni hanya berbekal petuah.
Tak peduli atas dan bawah.
Tak ragu dan tak resah.
Menurutnya memang tak usah.
Toh tak ada siapa - siapa di sebelah.
Baik sebelum maupun setelah.
Akal dan keringat terus ia perah.
Walau usahanya tak dibayar murah.
Joni tidak berharap dapat hadiah.


Joni pulang ke rumah.
Jalannya harus dipapah.
Kondisinya sangat parah.
Tangannya berlumur darah.
Kaki kirinya patah.
Sekujur tubuhnya basah.
Perutnya serasa ingin muntah.
Wajahnya terlihat sangat lelah.


Joni memang tak pandai bersilat lidah.
Joni tak mampu banyak berkilah.
Terkadang Joni memang payah.
Dan sekarang terjawablah sudah.
Bahwa Joni akan selalu salah.
Bahwa Joni akan selalu kalah.
Sedikitpun bukan fitnah.
Ini adalah sebuah kisah.


Tentang Joni si orang - orangan sawah.

Monday, June 25, 2012

Scoop #1: Bandung Star Wars Day 2012


Siapa yang tidak mengenal Star Wars? 35 tahun sudah saga epik Star Wars dikenal oleh masyarakat di seluruh dunia. Karya besutan George Lucas ini mengisahkan tentang peperangan yang terjadi di antara kekuatan kegelapan The Darkside (Sith) dengan para pengikut The Force yang menamakan diri mereka sebagai Jedi. Unsur romansa serta politik terasa cukup kental dalam penuturan cerita yang telah berjalan sebanyak 6 seri tersebut. Uniknya, perilisan film Star Wars pertama kali dimulai dari episode ke 4, dimana Anakin Skywalker telah berpihak dengan kegelapan dan menyebut dirinya sebagai Darth Vader yang menjadi tokoh antagonis utama dalam serial ini. Episode 4, 5 dan 6 menitik beratkan kisah perjalanan Luke Skywalker yang terlibat dalam konflik dengan Darth Vader yang notabene merupakan ayah kandungnya sendiri. Sedangkan tiga episode sebelumnya menceritakan tentang kebimbangan Anakin Skywalker muda dalam mengambil satu keputusan penting yang pada akhirnya membuat dirinya dikenal sebagai Darth Vader.


Hari Minggu tanggal 24 Juni 2012, bertepatan dengan 35 tahun Star Wars, ternyata menggelitik para komunitas penggemar Star Wars di Indonesia untuk mengadakan sebuah event yang cukup unik dan belum pernah diadakan di Indonesia sebelumnya. Event yang diorganisir oleh komunitas Star Wars bernama Order 66 Bandung Outpost ini berhasil menyedot ratusan pengunjung mulai dari anak – anak sampai orang dewasa yang sama – sama ingin mengapresiasi serial Star Wars. Pihak penyelenggara ingin membawa para pengunjung untuk melihat kebelakang tentang bagaimana sebuah film fantasi buatan tahun 1977 bisa meninggalkan dampaknya 35 tahun kemudian di seluruh dunia, bahkan hingga kota Bandung, Indonesia.

Tepatnya, acara dimulai pada pukul 08.00 hingga pukul 22.00 di Gedung Indonesia Menggugat (GIM), Bandung. Ratusan koleksi yang berkaitan dengan Star Wars dipamerkan ke khalayak umum, gratis, tanpa pungutan biaya tiket masuk. Varian koleksi yang ditampilkan sangatlah beragam. Mulai dari mainan – mainan action figure, sampai dengan kostum – kostum serta lukisan - lukisan bertemakan Star Wars dapat dijumpai disini. Sebagian dari koleksi tersebut dipamerkan dalam bentuk diorama lengkap dengan latar belakang sesuai dengan adegan – adegan yang terdapat pada film. Sisanya dijual untuk umum, bahkan beberapa dari koleksi tersebut merupakan barang – barang edisi terbatas yang hanya dapat dijumpai pada event – event tertentu saja. Hal ini berkaitan dengan aspek hobi yang juga memang ingin mereka angkat pada event yang hanya berlangsung selama satu hari tersebut.



Selain pameran barang – barang bertema Star Wars, event ini juga mengundang komunitas - komunitas yang mendedikasikan eksistensinya sebagai pecinta Star Wars. Salah satunya yang terlihat cukup unik adalah komunitas Urban Jedi, yaitu komunitas pertarungan lightsaber (pedang cahaya khas Star Wars) yang menjadikannya sebuah cabang olah raga bela diri baru di dunia nyata. Komunitas Urban Jedi yang lahir di Bandung ini seakan membuktikan betapa kreatifnya masyarakat Indonesia, khususnya warga kota Bandung yang berusaha untuk menciptakan wadah bagi kegemaran mereka serta melihatnya sebagai sebuah potensi yang dapat berkembang ditengah – tengah  masyarakat. Kemudian terdapat juga acara pemutaran film Star Wars dari episode 1 – 6, pembagian merchandise – merchandise unik dan eksklusif untuk para peserta Bandung Star Wars Day, hingga games – games menarik lainnya.


Penyelenggara dan Pengisi Acara:

·  Para penggemar starwars di Bandung.

· Order 66 Bandung Outpost, komunitas penggemar Star Wars Bandung, berdiri sejak 2011, saat ini beranggotakan sekitar 75 anggota, merupakan bagian dari Order 66 Indonesia.

· Order 66 Indonesia, jaringan komunitas penggemar Star Wars Indonesia, dengan cabang di Bandung dan Jakarta, berdiri sejak 2005, saat ini memiliki sekitar 550 anggota.

· Zerotoys Bandung, bursa mainan pertama di Bandung, telah menjadi kiblat bagi para kolektor mainan di bandung sejak berdiri pada tahun 1999.

· Museum Mainan 80an Bandung, satu-satunya museum mainan di Indonesia (bahkan diAsia Tenggara) yang khusus mengkoleksi mainan - mainan dari era tahun 80an, dan sudah diakui oleh paguyuban museum Bandung. Dengan lebih dari 1600 item, museum ini juga memiliki sebuah koleksi mainan Starwars vintage yang cukup besar. 

· Loubelle dan My Tummy toys, butik dan art space yang memfasilitasi para seniman muda bandung. Sedangkan My tummy toys adalah perusahaan art toys dari Bandung, yang produk - produknya sudah tersebar di seluruh dunia.





Acara:
Dalam satu hari (pukul 08.00-22.00) pengunjung bisa melihat segala aspek yang berhubungan dengan Starwars, bertemu dan berkenalan dengan sesama penggemar dan komunitasnya, dengan rundown acara sebagai berikut:



STAR WARS EXHIBITION (logo: Darth Vader)
- SW Toys + dioramas exhibition (3 ¾,12”,micro machines,vintage).
- SW props and collectibles exhibition (helmet,weapons,saber,hadiah2, dan lain - lain).
- SW costumes exhibition .
Pameran dilengkapi juga dengan Infographic yang bercerita tentang fakta-fakta Starwars.

MINI BAZAAR (logo: Boba Fett)
Star Wars toys and collectibles market, terdapat 15 booth @250rb.

SWDBDG THEATRES (logo: R2-D2)
- Nonton SW eps 1-6 nonstop 
- SW documentaries Screening 
- SW fan movies Screening

LIGHTSABER TOURNAMENT (logo: Yoda)
- Urjed’s Saber Academy>> kesempatan untuk mencoba belajar lightsaber.
- 1st Indonesian Lightsaber open tournament>> lomba battle,spin,choreo dan 
sabersmith untuk para lightsaber fighter Jakarta bandung.

ART PROJECT (logo: Leia)
- ‘Starwars art of toys photography’ by seno haryo.
- ‘Perang bintang’ art exhibition>> karya-karya SW dari 35 artist.
- live painting by bandung’s urban artist (MUTE crew).
- SW themes DJ remixes .

GAMES "Bounty hunter" 
Games seru untuk semua pengunjung event, berhadiah mainan - mainan starwars.

COSPLAY COMPETITION KHUSUS STARWARS 
Lomba cosplay khusus kostum dari film starwars.

GATHERING BERBAGAI KOMUNITAS STARWARS
Dihadiri oleh, perwakilan dari Order66 Jakarta, Order66 Bandung, 501st Indonesia, Urban Jedi Bandung, Jakarta Saber, dan lain – lain. 

GIMMICKS PAMERAN
- foto didepan SWDBDG red carpet backdrop.
- foto dgn standee badan Jabba, Leia slave, X-wing, Vader.
- stiker hello my name is gratis untuk member2 komunitas .
- Star Wars Kinnect free gameplay


Event yang berlangsung nonstop selama 14 jam ini diakhiri dengan pembagian berbagai macam door prize kepada para pengunjung yang terpilih berdasarkan undian. Secara keseluruhan, acara bertajuk Star Wars Day Bandung tersebut telah berhasil menuai sukses sesuai dengan tujuan mereka untuk menyatukan para pecinta Star Wars di seluruh tanah air serta membuktikan kapabilitas geliat industri kreatif di Indonesia.





Dok. Muhammad Iskandar Satriyo Utomo
Bandung, 24 Juni 2012