Thursday, June 28, 2012

Child Prodigy: The Executor


When joy and sorrow merge together, they'll tell us what a messed up paradigm really is. 

Aku terus berlari sekencang - kencangnya, menyusuri jalan - jalan sempit di kota Paris. Melewati kedai - kedai makanan yang mulai bermunculan kala petang menjelang. Dua orang bersenjata tersebut masih belum menyerah. Mereka terus membuntutiku dari belakang sambil sesekali mengarahkan pistolnya kepadaku. Aku takut. Amat sangat takut. Namun yang ada di pikiranku sekarang hanyalah menyelamatkan diri dari dua orang mafia berjubah tersebut. 

Aku bersembunyi di balik gerobak buah tak jauh dari pasar. Aku masih bisa melihat kedua mafia tersebut berlari mendekat dari celah di antara gerobak. Namun kali ini sepertinya mereka telah kehilangan jejakku. Mereka terus berlari menjauh, dan semakin jauh. Akhirnya aku bisa menghela nafas sejenak. Aku masih belum berani keluar dari tempat persembunyianku saat ini. Aku sudah tersesat terlalu jauh dari rumah. Dan seketika itu aku menangis. 

Ini terlalu mengerikan untuk anak seusiaku. Aku mengingat kejadian dirumah tadi siang. Dua orang sahabat ayah dan ibu datang berkunjung. Mereka bersenda gurau bersama di ruang tamu. Namun dalam sekejap suasana berubah menjadi ricuh, dan semua terjadi begitu cepat. Aku yakin, ayah dan ibu sudah berada di surga sekarang. Dan orang yang merenggut nyawa mereka kini mengincar nyawaku juga, mungkin karena akulah satu - satunya saksi hidup yang melihat semua kekejaman yang telah mereka lakukan. 

Aku tidak mengerti mengapa manusia bisa begitu kejam? Aku samasekali tidak paham dengan permasalahan orang - orang dewasa yang terlampau pelik. Kupikir ini terlalu berat bagiku. 

Aku Mioya Abigail, dan aku akan membalas semuanya.

No comments:

Post a Comment